Tidak adanya Garis Besar Haluan Negara (GBHN) semenjak reformasi bergulir dinilai anggota MPR RI, Dr. Ir. Arif Budimanta, MSi membuat arah pembangunan nasional tidak jelas dan kurang mensejahterakan rakyat. Oleh karena itu, menurutnya perlu menata kembali arah kebijakan pembangunan nasional sebagai upaya memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. Pendapat ini disampaikan anggota MPR RI asal Fraksi PDI-P dalam seminar nasional bertema “Reformulasi Model GBHN : Tinjauan Terhadap Peran Dan Fungsi MPR RI Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional” yang diselenggarakan di Hotel Bintang Mulia Jember (22/3).
Anggota MPR RI dari Dapil Jawa Barat ini lantas memaparkan laporan Asian Devolepment Bank dimana pertumbuhan ekonomi kita yang mencapai angka 6,5% hanya mampu mengurangi angka kemiskinan 0,88%. Bandingkan dengan Thailand dengan angka pertumbuhan ekonomi yang sama namun mampu mengurangi angka kemiskinan sampai 2 persen. “Setelah reformasi, arah kebijakan pembangunan nasional ditentukan oleh presiden dengan dibantu tim suksesnya beda dengan pada masa Orde Baru yang memang dibuat oleh MPR sebagai representasi seluruh elemen masyarakat,” ujarnya.
Data yang dipaparkan oleh Dr. Ir. Arif Budimanta, MSc ini didukung oleh salah seorang peserta, Dr. Hidayat Teguh Wiyono dari FMIPA Universitas Jember. Dalam sesi diskusi, Dr. Hidayat Teguh Wiyono memaparkan pengalamannya saat dirinya ingin memulai gerakan mempromosikan buah asli Indonesia. Namun saat dikomunikasikan dengan eksekutif dan legislatif ternyata kurang mendapat respon yang baik. “Menurut mereka tidak ada dana dan arahan dari pusat. Ini membuktikan tidak adanya perencanaan pembangunan yang baik di pusat membuat perencanaan pembangunan di daerah juga tidak jalan,” katanya.
Dr. Ir. Arif Budimanta, MSc kemudian mengharapkan agar seminar kali ini mampu memberikan jawaban apakah sistem perencanaan pembangunan nasional saat ini sudah berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat. Kemudian, apakah kelebihan dan kekurangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RJPN) dibandingkan dengan GBHN pada masa Orba. Apakah implikasi politik dan hukum apabila gagasan mereformulasi model GBHN sebagai arah perencanaan pembangunan nasional ke depan diwujudkan dan apakah MPR masih relevan sebagai lembaga yang diberi peran, fungsi dan kewenangan untuk merumuskan GBHN.
Sementara itu dalam sambutannya, Rektor Universitas Jember, Drs. Moh. Hasan, MSc, PhD memberikan apresiasi kepada MPR RI yang memberikan wahana dan kesempatan bagi sivitas akademika Universitas Jember untuk mempresentasikan pemikiran-pemikiran khususnya di bidang perencanaan pembangunan baik dari sisi ekonomi, sosial dan hukum. “Sivitas akademika Universitas Jember siap membantu memberikan pemikiran apalagi untuk kepentingan bangsa,” kata Drs. Moh. Hasan, MSc., PhD.
Pembicara lain yang memaparkan materinya antara lain Dr. Ir. Jani Januar, MT (Fakultas Pertanian), Dr. Rafael Purtomo, MSi dan Aditya Wardhana, PhD (Fakultas Ekonomi), Himawan Bayu Patriadi, PhD (FISIP) dan Dr. Widodo Eka Tjahjana, SH., M.Hum (Fakultas Hukum). Seminar nasional yang diadakan atas kerjasama antara Universitas Jember dengan MPR RI ini dihadiri oleh sivitas akademika Kampus Tegalboto dan perguruan tinggi di sekitar Jember, perwakilan instansi pemerintah, partai politik, LSM dan pemerhati masalah sosial. (iim)
Home »
POJOK MABA
» Tanpa GBHN, Pembangunan Belum Maksimal Sejahterakan Rakyat
Tanpa GBHN, Pembangunan Belum Maksimal Sejahterakan Rakyat
Written By UNEJPos on Senin, 26 Maret 2012 | 10.13
Labels:
POJOK MABA
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !