Anies Baswedan, Pendiri Indonesia Mengajar |
Penjelasan dan cerita Anies Baswedan, PhD mengenai Indonesia Mengajar beserta Pengajar Muda-nya (PM) memukau hadirin sejumlah tujuh ratus orang yang didominasi mahasiswa Universita Jember, perguruan tinggi di Jember dan sekitarnya bahkan mahasiswa dari Surabaya dan Malang di New Sari Utama Jember (21/4). Tampak hadir juga Pembantu Rektor III dan Pembantu Dekan FKIP Universitas Jember.
Menurut Anies Baswedan, PhD ada tiga masalah utama di dunia pendidikan kita, yakni kesejahteraan guru, kualitas guru dan distribusi guru yang tidak merata. Ketiga problema inilah yang kemudian mendorong dirinya beserta pihak-pihak yang concern kepada pendidikan membuat Gerakan Indonesia Mengajar tahun 2009. “Langkah kita adalah memilih anak-anak muda yang cemerlang dan menerjunkan mereka ke daerah pelosok atau terpencil yang sekolah dasarnya ada, namun sering kali tak ada pengajarnya,” ujarnya lagi.
Ternyata animo anak-anak muda berprestasi untuk menjadi guru di daerah terpencil sangat luar biasa. Pada angkatan pertama, ada 1363 pelamar, padahal yang akan diterima hanya 50 orang saja. Hebatnya, 60 persen dari mereka sudah bekerja bahkan memiliki karier yang cemerlang tapi mau bergabung di Indonesia Mengajar.
“Melalui Indonesia Mengajar kami ingin mengubah mindset bahwa masalah pendidikan adalah tanggungjawab kita bersama, dan bukan tanggungjawab pemerintah semata. Bahwa guru tidaklah selalu menjadi profesi seumur hidup. Salah satu janji kemerdekaan Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka inilah saatnya bagi kita terutama kaum terdidik untuk membayar hutang kepada republik ini,” ujar Rektor Universitas Paramadina Jakarta ini.
Ternyata kehadiran Pengajar Muda (PM) yang tergabung dalam Gerakan Indonesia Mengajar memberikan dampak positif yang luar biasa, baik bagi anak didik, lingkungan sekitar termasuk kepada Pengajar Muda-nya sendiri. Anak-anak muda ini ditantang berkarya di tengah berbagai kesulitan dan keterbatasan yang mendera. Setiap hari adalah decision day yang menuntut solusi nyata. “Namun ketika perjuangan ini berbuah kesuksesan, semua pihak tergugah. Sering kali penduduk local berkata kalau anak-anak muda mau bersusah payah di sini, mengapa kita tidak?” Begitu cerita Anies Baswedan, PhD menceritakan kisah perjuangan Pengajar Muda di Pulau Rupang Riau, Fak-Fak Papua, Halmahera Selatan dan tempat lainnya.
Kedatangan para Pengajar Muda dari berbagai latar belakang juga sekaligus sebagai upaya merajut kebhinekaan Indonesia, Anies Baswedan,PhD mengistilahkan sebagai usaha merajut kain tenun kebangsaan Indonesia. Dirinya lantas mencontohkan kisah Aline, lulusan Institut Teknologi Bandung yang kebetulan berlatar belakang Tionghoa. Aline yang harusnya berangkat ke Belanda meneruskan studi ternyata lebih memilih bergabung dengan Indonesia Mengajar dan mengabdi selama setahun di sebuah daerah terpencil di Majene, Sulawesi Barat.
Bayangkan seorang Tionghoa beragam Kristen mengajar di sebuah daerah terpencil yang semua penduduknya beragama Islam, bahkan belum pernah kedatangan orang non muslim. Tapi ternyata Aline diterima dengan baik, bahkan penduduk membuatkan prasasti yang menandakan bahwa pernah ada seorang Pengajar Muda yang mengabdi di sana. “Saat Aline selesai bertugas dan harus pulang, warga desa berjalan dua jam mengantarkan Aline ke titik penjemputan, sungguh sebuah usaha merajut kembali kain tenun kebangsaan Indonesia,” ujar Anies Baswedan, PhD.
Melalui kegiatan Road Show Indonesia Mengajar yang dimotori oleh Himpunan Mahasiswa Pendidikan Fisika (Himafi) Neutron FKIP Universitas Jember, Anies Baswedan, PhD mengajak mahasiswa Universitas Jember untuk bergabung dengan Gerakan Indonesia Mengajar. “Kami hanya bisa menyediakan wahana bagi Anda untuk mengajar setahun, namun memberikan inspirasi seumur hidup,” ujarnya menutup uraiannya. (iim)
source : http://www.unej.ac.id/index.php/berita/akademik/62-indonesia-mengajar,-setahun-mengajar-seumur-hidup-menginspirasi.html
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !